Salam ceperist

SALAM CEPERISTt....

Salam ceperis/....! Bangka Belitung Disini Cp.085669579080

Rabu, 03 Agustus 2011

jejak sejarah

Jejak Sejarah di Bumi Sejiran Setason




Pada hari Sabtu, 12 Juni 2010 pemerintah daerah Kab. Bangka Barat tepatnya Dinas Perhubungan, Pariwisata & Informatika mengadakan acara napak tilas perjuangan Soekarno - Hatta dari Wisma Ranggam menuju Pantai Tanjung Kalian. Acara ini sebenarnya merupakan event tahunan yang menjadi agenda rutin dari Pemda Bangka Barat dan biasanya diadakan pada bulan Agustus untuk menyambut hari kemerdekaan tetapi berhubung pada Agustus sekarang bertepatan dengan bulan Ramadhan maka pelaksanaanya dipercepat. Pada tahun ini mengambil tema “Nostalgia Serat Benang Emas Perjuangan 1949 di Bumi Sejiran Setason”. Istimewanya pada tahun ini acara napak tilas ini juga dihadiri oleh kel. Bung Hatta serta utusan dari kel. Bung Karno dan beberapa keluarga dari tokoh pejuang lainnya. Diantara keluarga yang hadir ada Meutia Hatta, Gemala Hatta, Rumeisa Roem serta beberapa orang dari pengurus Yayasan Bung Karno (YBK) yang mewakili keluarga Bung Karno.
Acara dimulai dari pagi sekitar jam 06.00 wib dan diikuti oleh berbagai elemen masyarakat yang terbagi dalam beberapa kelompok kecil. Para peserta yang mengikuti lomba napak tilas ini diwajibkan menggunakan pakaian zaman dahulu seperti yang dipakai para pejuang zaman kemerdekaan, pemilihan busana ini juga termasuk dalam kategori penilaian selain ketepatan waktu dan kekompakan tim. Peserta dilepas oleh Bupati Bangka Barat, Drs. H. Parhan Ali, MM di depan Wisma Rangga dan berakhir di Pantai Batu Rakit Tanjung Kalian.
Sejenak kita menengok ke belakang, Wisma Ranggam ini merupakan saksi bisu sepenggal kisah hidup dan perjuangan Bung Karno, Bung Hatta serta tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia selama masa pengasingan di Bangka medio 1948-1949. Sejarah mencatat, para pemimpin RI mulai diasingkan Belanda ke Muntok pada Desember 1948. Mereka antara lain Bung Hatta, Mr Mohammad Roem, Mr Pringgodigdo, Mr Assa’at, Komodor Suryadarma, dan Ali Sostroamidjoyo. Dua bulan kemudian, tepatnya 6 Februari 1949, menyusul, Presiden RI Ir Soekarno serta Menlu H Agus Salim yang sebelumnya sempat diasingkan di Prapat, Sumatera Utara.
Pesanggrahan Muntok adalah nama asli Wisma Ranggam. Kata pesanggrahan diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti tempat peristirahatan atau penginapan. Perubahan nama menjadi Wisma Ranggam semenjak pengelolaan aset peninggalan Belanda ini dibawah Banka Tin Winning. Sejak itu nama Wisma Ranggam lebih populer di telinga masyarakat Bangka, bahkan mungkin dunia sekalipun. Dahulunya selain dijadikan tempat menginap, Wisma Ranggam juga digunakan sebagai tempat pertemuan memperjuangkan Bangsa Indonesia lepas dari belenggu penjajah Belanda kala itu. Bicara soal Wisma Ranggam, tak lepas dari Pesanggrahan Menumbing. Bung Karno selama pengasingan di Muntok, naik-turun menggunakan mobil BN-1 dari Pesanggrahan Menumbing di puncak Bukit Menumbing, ke Wisma Ranggam. Di wisma ini pula, tepatnya 7 Mei 1949, para tokoh bangsa itu menggodok konsep perjanjian Roem Royen yang menetapkan pengembalian kekuasaan RI ke Yogyakarta. Menyusuri kamar-kamar tempat Bung Karno, Bung Hatta dan pejuang kemerdekaan lainnya pernah menginap di sana, terasa seperti bernostalgia ke masa lalu. Namun tak banyak lagi barang-barang peninggalan Bung Karno yang bisa dijumpai di sana. Di bekas kamar Bung Karno, hanya dua-tiga foto besar Sang Proklamator, ada pula foto-foto kenangan 60 tahun lebih silam saat beberapa bulan masa pengasingan. Sedangkan beberapa fasilitas menginap seperti ranjang dan peralatan lainnya sudah tak ada lagi di ruangan berukuran sekitar empat meter kali lima meter itu.
Tetapi sayangnya event seperti ini kurang diekspos secara maksimal oleh pemda setempat, padahal kesempatan ini cukup baik bagi pembangunan pariwisata kota di Pesisir Barat itu. Muntok memiliki objek sejarah yang cukup potensial. Sejarah kota Muntok hingga tempat-tempat pengasingan para pejuang kemerdekaan ada di kota tua ini. Di Muntok, wisatawan dapat pula menikmati kemegahan bangunan tua yang masih kokoh, mercusuar Tanjung Kelian yang dibangun tahun 1862. Dari puncak bangunan itu, pengunjung bisa bisa melihat pemandangan pantai serta sekelilingnya bahkan bangkai kapal sisa Perang Dunia II.
Tak saja objek sejarah, di Muntok juga memiliki pantai dengan panorama alam yang khas, yakni matahari saat tenggelam menjelang petang. Cobalah ketika petang menjelang kita duduk di tepi pantai Tanjung Kalian atau Batu Rakit. Menikmati angin petang sepoi-sepoi dan matahari senja yang memerah sebelum ditelan gelap. Panorama seperti ini tak dimiliki oleh pantai lainnya di Pulau Bangka yang memang menonjolkan objek wisata pantai ini.
Sayang setelah berdiri sebagai ibukota Kabupaten Bangka Barat enam tahun silam, pariwisata kota Muntok dan Bangka Barat keseluruhan masih begitu-begitu saja. Bisa dikatakan jalan di tempat. Infrastruktur penunjang pariwisata, fasilitas penginapan, transportasi, hingga industri pendukung masih serba minim. Begitu pula dengan pemeliharan objek wisata, terutama tempat-tempat bersejarah, bangunan tua, makam tangga seribu tempat para pendiri kota Muntok ini dan objek wisata alam seperti batu balai. Semuanya terbengkalai.
Mudah-mudahan kedepannya ada perhatian yang lebih serius dari pemerintah daerah untuk mengembangkan semua potensi yang ada di daerah ini, karena semua potensi ini merupakan harta terpendam yang memiliki nilai tak terhingga jika di tangani secara maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar